Menyaksikan Keanekaragaman Satwa dan Keindahan Alam
Pada tanggal 15 Oktober 2024, Mahasiswa Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI) kelompok 4A (Eka, Nadiya, Luluk, Amaliyah, Elysa dan Farhan) melaksanakan kegiatan observasi di Kebun Binatang Gembira Loka, Yogyakarta. Kegiatan ini bertujuan untuk menambah wawasan mengenai keanekaragaman satwa dan pemeliharaan lingkungan hidup. Selama kunjungan ini, para peserta mengamati berbagai jenis satwa, mengenal karakteristik unik mereka, serta belajar tentang pentingnya upaya konservasi yang dilakukan oleh kebun binatang.
Kegiatan observasi didampingi oleh Kak Rahmawati Mahasiswa S2 PGMI, Selama kegiatan, mahasiswa mengelilingi kebun binatang dan mengamati berbagai spesies, mulai dari harimau, gajah, hingga burung eksotis. Setiap kelompok diberi panduan untuk mengamati Sistem pernapasan, reproduksi perilaku, pola makan, habitat setiap satwa, dan fakta unik dari setiap spesiesnya, serta memberikan pengalaman belajar langsung yang mendalam.
Melalui kunjungan ini, Kelompok 4A mendapatkan wawasan baru tentang pentingnya menjaga kelestarian lingkungan dan ekosistem, serta peran kebun binatang dalam melindungi spesies yang terancam punah. Kegiatan ini tidak hanya memberikan pengalaman belajar yang menyenangkan, tetapi juga menanamkan kesadaran bagi siswa untuk mencintai dan melestarikan alam. Berikut Spesies yang diamati oleh kelompok 4A:
1. Tiger Shovelnose Catfish (Pseudoplatystoma fasciatum)
Sistem Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Actinopterygii
Ordo : Siluriformes
Famili : Pimelodidae
Genus : Pseudoplatystoma
Spesies : Pseudoplatystoma fasciatum
Sistem Pernapasan
Pseudoplatystoma fasciatum (tiger shovelnose catfish) bernapas melalui insang, yang menyerap oksigen dari air saat ikan menggerakkan mulut dan operkulum (tutup insang) untuk memompa air melewatinya. Oksigen diambil oleh pembuluh darah kapiler di lamellae, sementara karbon dioksida dikeluarkan kembali ke air. Sistem ini memastikan pertukaran gas yang efisien, memungkinkan ikan bertahan di dalam air yang kaya oksigen.
Sistem Reproduksi
Pseudoplatystoma fasciatum (tiger shovelnose catfish) bereproduksi secara bertelur (ovipar) dengan fertilisasi eksternal, di mana betina melepaskan telur ke air dan kemudian jantan membuahinya. Pemijahan biasanya terjadi saat musim hujan, ketika kondisi air lebih baik untuk perkembangan telur dan larva. Pemijahan ikan ini tidak bias dilakukan secara alami, sehingga dilakukan dengan kawin suntik atau dengan rangsangan hormone untuk memicu pematangan organ reeproduksi pada induk. Ikan ini biasanya memilih sungai dengan arus deras sebagai habitat pemijahan untuk memastikan oksigenasi yang cukup bagi telur dan larva.
Habitat dan Cara Hidup
Pseudoplatystoma fasciatum (tiger shovelnose catfish) hidup di perairan tawar, terutama di sungai-sungai besar dan anak-anak sungai di kawasan Amazon dan Orinoco, Amerika Selatan. Mereka lebih suka habitat dengan arus sedang hingga deras dan sering ditemukan di dasar sungai, bersembunyi di antara vegetasi dan bebatuan. Ikan ini adalah predator nokturnal yang berburu ikan-ikan kecil dan krustasea pada malam hari. Selama musim hujan, mereka bermigrasi ke daerah dataran banjir untuk mencari makanan dan tempat pemijahan, lalu kembali ke sungai utama saat air surut. Selain itu, ikan ini juga memakan cacing tanah, ulat, dan jangkrik.
Fakta Unik
Pseudoplatystoma fasciatum (tiger shovelnose catfish) memiliki beberapa fakta unik, seperti seluruh tubuhnya bercorak loreng-loreng hitam yang menyerupai harimau dan terdapat bintik-bintik hitam di seluruh bagian sirip menjadikannya ikan hias yang menarik. Ikan ini dilengkapi dengan indra peraba sensitif di sekitar mulutnya, membantu mereka mendeteksi gerakan di air. Mereka dapat tumbuh hingga 1,2 meter (4 kaki) dengan berat mencapai 70 kg dan memiliki daya tahan yang baik terhadap berbagai kondisi air sehingga masa hidupnya dapat mencapai 18-25 tahun. Meskipun bersifat predator, ikan ini sering dapat hidup dalam kelompok saat masih muda. Selain itu, mereka melakukan migrasi musiman ke dataran banjir selama musim hujan untuk mencari makanan dan tempat pemijahan, menunjukkan adaptasi yang baik terhadap perubahan lingkungan. Ikan ini dapat bergerak dan berenang dengan lincah menggunakan otot-otot tubuh yang kuat, sirip punggung, sirip ekor, dan sirip perut untuk mengarahkan dan mengontrol pergerakannya.
2. Katak Lembu Afrika (Pyxicephalus adspersus)
Sistem Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Amfibi
Ordo : Anura
Famili : Pyxicephalidae
Genus : Pyxicephalus
Spesies : Pyxicephalus adspersus
Sistem Pernapasan
Pyxicephalus adspersus (katak lembu) memiliki sistem pernapasan yang khas untuk amfibi. Mereka bernapas melalui kulit dan paru-paru. Kulitnya yang lembab memungkinkan oksigen dari lingkungan untuk berdifusi langsung ke dalam darah, proses yang dikenal sebagai pernapasan kulit. Selain itu, saat berada di darat, katak lembu juga menggunakan paru-paru untuk bernapas. Pada saat mereka beraktivitas, terutama saat bersembunyi atau berburu, mereka mengandalkan kedua cara ini untuk mendapatkan oksigen yang cukup. Selama fase reproduksi atau saat berada di air, mereka dapat memanfaatkan pernapasan kulit secara maksimal, menjadikan mereka sangat tergantung pada kualitas lingkungan di sekitar mereka.
Sistem Reproduksi
Pyxicephalus adspersus (katak lembu) berkembang biak dengan cara bertelur (ovipar), di mana betina melepaskan telur ke dalam air dan jantan membuahinya secara eksternal. Pemijahan biasanya terjadi selama musim hujan, ketika kondisi lingkungan mendukung perkembangan telur. Betina dapat menghasilkan hingga 4.000 butir telur yang dilepas diatas permukaan air dan dalam bentuk kelompok. Setelah pembuahan, telur-telur akan dijaga oleh katak jantan dan telur tersebut akan menetas menjadi larva (berudu) dalam waktu 2 hari. Pengasuhan ini hanya bertahan selama fase perkembangan larva hingga mereka dapat bertahan sendiri.
Habitat dan Cara Hidup
Pyxicephalus adspersus (katak lembu) dapat ditemukan di berbagai habitat lembap di Afrika sub-Sahara, termasuk gurun, semak belukar, rawa, danau, dan kolam air tawar. Mereka lebih menyukai lingkungan yang menyediakan air, seperti sawah dan padang rumput yang tergenang, terutama selama musim hujan saat sumber makanan melimpah. Katak lembu sering berada di area terbuka di dekat sumber air, di mana mereka dapat berburu serangga, katak, cacing, vertebrata kecil seperti burung kecil, ular, dan tikus. Selama musim kemarau, mereka mampu bersembunyi di bawah tanah atau di tempat lembap untuk bertahan hidup hingga musim hujan kembali. Habitat yang kaya air sangat penting bagi keberlangsungan hidup mereka, terutama untuk pemijahan dan perkembangan larva.
Fakta Unik
Pyxicephalus adspersus (katak lembu) memiliki beberapa fakta unik yang menarik. Salah satunya adalah ukuran tubuhnya yang besar, menjadikannya salah satu katak terbesar di dunia, dengan panjang mencapai 11-23 cm (10 inci) dan berat sekitar 0.9-2 kg yang masa hidupnya dapat mencapai 15-25 tahun. Mereka juga dikenal karena suara panggilannya yang keras dan khas, yang digunakan oleh jantan untuk menarik perhatian betina selama musim kawin. Selain itu, katak lembu adalah predator yang sangat agresif dan merupakan salah satu dari tiga spesies kodok yang memiliki gigi sehingga ia memakan berbagai mangsa. Dikenal sebagai katak yang mampu bertahan hidup dalam berbagai kondisi, mereka dapat bersembunyi di dalam tanah selama musim kemarau dan tetap hidup dalam keadaan dormansi sampai lingkungan kembali kondusif.
3.Buaya Senyulong (Tomistoma schlegelii)
Sistem Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Reptilia
Ordo : Crocodylia
Famili : Crocodylidae
Genus : Tomistoma
Spesies : Tomistoma schlegelii
Sistem Pernapasan
Tomistoma schlegelii (buaya senyulong) mirip dengan sistem pernapasan reptil lainnya, di mana mereka bernapas melalui paru-paru. Buaya ini memiliki struktur paru-paru yang efisien, memungkinkan mereka untuk menghirup oksigen dari udara. Ketika berada di air, mereka dapat menyelam dan menutup lubang hidung dengan katup khusus untuk mencegah masuknya air. Meskipun buaya tidak dapat bernapas melalui kulit seperti beberapa amfibi, mereka dapat bertahan di bawah air selama beberapa waktu, berkat kemampuan untuk menahan napas dan mengatur laju metabolisme mereka. Saat di permukaan, mereka dapat dengan mudah bernapas dengan mengangkat kepala mereka di atas air untuk mendapatkan oksigen.
Sistem Reproduksi
Tomistoma schlegelii (buaya senyulong) berkembang biak dengan cara bertelur (ovipar), di mana betina meletakkan telur di darat setelah proses fertilisasi. Musim kawin biasanya terjadi antara bulan April dan Mei ketika musim hujan. Betina akan mencari lokasi yang aman di dekat perairan, seperti pasir atau tanah yang lembap, untuk membuat sarang. Dalam sekali bertelur, betina dapat menghasilkan hingga 20-60 butir, kemudian betina akan menutupi sarang dengan tanah untuk melindungi telur dari predator. Telur biasanya akan menetas dalam waktu 90-100 hari. Saat menetas, anak buaya akan mengeluarkan suara yang menarik perhatian induknya. Induk betina sering kali membantu mengeluarkan anak-anaknya dari sarang dan membimbing mereka ke air, menunjukkan perilaku perawatan yang relatif tinggi dibandingkan dengan banyak spesies reptil lainnya.
Habitat dan Cara Hidup
Tomistoma schlegelii (buaya senyulong) dapat ditemukan di habitat perairan tawar di Asia Tenggara seperti Indonesia (Sumatra, Kalimantan, Jawa), Malaysia, dan Brunei, terutama di sungai, danau, rawa, dan area basah lainnya. Mereka lebih menyukai perairan yang tenang dan terlindungi dengan vegetasi lebat di sekitarnya, yang memberikan tempat bersembunyi dan berburu. Buaya ini sering ditemukan di dekat tepi air, di mana mereka dapat dengan mudah mengakses lingkungan darat untuk berjemur di bawah sinar matahari. Habitat yang kaya akan vegetasi juga membantu mereka dalam berburu mangsa seperti monyet, kepiting, babi hutan, kancil, anjing, ikan, burung, ular, biawak, dan berang-berang. Sekitar 30-40% jumlah dari buaya senyulong berkurang karena hilangnya habitat yang disebabkan oleh pembukaan lahan hutan dan rawa serta terdapat pemburuan illegal untuk diambil kulit, daging, dan telurnya. Sehingga saat ini Tomistoma schlegelii (buaya senyulong) memiliki status konservasi termasuk spesies yang terancam punah dan dilindungi berdasarkan Per.Men LHK No. 106 Tahun 2018.
Fakta Unik
Tomistoma schlegelii (buaya senyulong) memiliki beberapa fakta unik yang menarik yaitu memiliki moncong panjang dan ramping, telur yang besar yang panjangnya bisa mencapai 9,5 cm dengan berat hingga 155 gram, dan tubuh yang besar dengan panjang yang dapat mencapai 4-5 meter (15 kaki) dan berat 97-210 kg. Masa hidup buaya senyulong dapat mencapai 60-80 tahun. Buaya ini seringkali dimiripkan dengan gharial, namun penelitian genetik dan bentuk tengkoraknya menunjukkan bahwa senyulong ini termasuk dalam kategori buaya. Buaya sungai ini dikenal sebagai predator yang sangat efisien, dengan kemampuan untuk menunggu dengan sabar di bawah air untuk menangkap mangsa yang lewat. Salah satu keunikan lainnya adalah memiliki kulit yang sangat tahan lama, memberikan perlindungan yang baik dari predator.
4. Elang Sikep Madu (Pernis ptilorhynchus)
Sistem Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Aves
Ordo : Accipitriformes
Famili : Accipitridae
Genus : Pernis
Spesies : Pernis ptilorhynchus
Sistem Pernapasan
Sistem pernapasan Pernis ptilorhynchus (elang sikep madu) mirip dengan sistem pernapasan burung lainnya. Mereka memiliki paru-paru yang efisien, di mana udara masuk melalui trakea dan menuju ke paru-paru saat burung bernapas. Selain paru-paru, elang ini juga memiliki saku udara yang terhubung dengan sistem pernapasan, memungkinkan sirkulasi udara yang lebih baik dan pertukaran gas yang efisien. Saku udara ini membantu menjaga suhu tubuh dan memberikan dukungan tambahan saat mereka terbang tinggi. Proses pernapasan burung, termasuk elang paruh hantu, sangat efisien dan memungkinkan mereka mendapatkan oksigen yang cukup selama aktivitas terbang yang intens.
Sistem Reproduksi
Pernis ptilorhynchus (elang sikep madu) berkembang biak dengan cara bertelur (ovipar), di mana betina meletakkan telur setelah proses fertilisasi. Musim kawin biasanya terjadi antara bulan Maret hingga Agustus. Elang ini membangun sarang dari bahan-bahan alami, seperti ranting dan dedaunan, di pohon yang tinggi dan terlindungi. Betina biasanya meletakkan 1 hingga 2 butir telur dengan masa pengeraman selama sekitar 28-35 hari. Setelah telur menetas, induk betina dan jantan secara bergantian menjaga dan memberi makan anak-anaknya. Elang muda akan belajar terbang dan berburu dalam waktu sekitar 10 hingga 12 minggu setelah menetas, tetapi mereka tetap bergantung pada induknya untuk makanan selama beberapa waktu sebelum mandiri sepenuhnya.
Habitat dan Cara Hidup
Pernis ptilorhynchus (elang sikep madu) dapat ditemukan di berbagai habitat, terutama di daerah Asia tepatnya di hutan tropis dan subtropis, termasuk hutan hujan, hutan campuran, dan hutan dataran rendah serta di pegunungan. Mereka lebih menyukai area yang memiliki pepohonan tinggi untuk bersarang dan berburu. Elang ini sering terlihat terbang rendah di atas kanopi hutan untuk mencari mangsa seperti ulat, serangga, reptil kecil, dan mamalia kecil. Habitat yang kaya akan vegetasi memungkinkan mereka untuk berburu dengan efektif, serta memberikan perlindungan bagi sarang dan anak-anak mereka.
Fakta Unik
Pernis ptilorhynchus (elang sikep madu) memiliki beberapa fakta unik yang menarik. Salah satunya adalah elang sikep madu mempunyai kebiasaan unik yaitu suka merampas sarang tawon dan lebah yang ada di hutan untuk mendapatkan larva lebah dan tawon yang kaya akan protein. Elang sikep madu ini memiliki bulu-bulu yang tebal dan kulit wajah yang keras dapat membantu mereka dari serangan lebah saat mereka merampas sarang lebah dan tawon. Elang ini memiliki tubuh dengan panjang sekitar 50-70 cm dan berat mencapai 0,75-1,5 kg dengan masa hidup yang cukup lama sekitar 40-50 tahun. Elang ini juga dikenal dengan kemampuan terbang yang anggun dan manuver yang lincah di antara pepohonan. Meskipun sering terlihat sendirian, elang sikep madu ini memiliki suara yang khas dan dapat terbang jauh untuk mencari mangsa. Selain itu, mereka menunjukkan perilaku monogami, membentuk pasangan seumur hidup dan bekerja sama dalam membangun sarang serta merawat anak-anaknya. Meskipun termasuk dalam kelompok burung pemangsa, makanan utama dari elang sikep madu adalah serangga dan madu sehingga menjadikannya salah satu raptor yang tidak sepenuhnya bergantung pada daging hewan besar sebagai sumber makanannya.
5. Beruang Madu (Helarctos malayanus)
Sistem Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mammalia
Ordo : Carnivora
Famili : Ursidae
Genus : Helarctos
Spesies : Helarctos malayanus
Sistem Pernapasan
Helarctos malayanus (beruang madu) mirip dengan mamalia lainnya, menggunakan paru-paru untuk pertukaran gas. Mereka bernapas melalui hidung, di mana udara masuk dan mengalir ke paru-paru untuk mengambil oksigen. Beruang madu memiliki diafragma yang kuat, yang membantu dalam proses inhalasi dan eks inhalasi. Meskipun tidak memiliki adaptasi khusus untuk lingkungan ekstrem, sistem pernapasan mereka efisien untuk mendukung kebutuhan metabolisme saat beraktivitas, seperti merayap di pohon atau mencari makanan. Selama tidur atau hibernasi, laju pernapasan mereka dapat melambat, membantu menghemat energi dan menjaga suhu tubuh.
Sistem Reproduksi
Helarctos malayanus (beruang madu) berkembang biak dengan cara melahirkan (vivipar), dan betina umumnya mencapai kematangan seksual pada usia sekitar 2 hingga 3 tahun. Musim kawin biasanya berlangsung sepanjang tahun, meskipun terdapat puncak tertentu selama musim hujan ketika makanan lebih melimpah. Periode kehamilan beruang madu berlangsung selama 95 hari. Setelah proses fertilisasi, betina akan mencari tempat yang aman dan terlindungi untuk melahirkan, biasanya di gua atau di antara akar pohon. Rata-rata beruang madu betina akan melahirkan satu hingga dua anak, yang dilahirkan dalam keadaan buta dan sangat bergantung pada induknya. Selama beberapa bulan pertama kehidupan, induk akan merawat dan menyusui anaknya hingga mereka cukup besar untuk mulai mencari makanan sendiri. Beruang madu menunjukkan perilaku maternal yang kuat, dengan induk yang sangat melindungi dan menjaga anak-anaknya dari potensi ancaman.
Habitat dan Cara Hidup
Helarctos malayanus (beruang madu) dapat ditemukan di hutan-hutan tropis dan subtropis di Asia, termasuk di Himalaya, Myanmar, dan Indonesia. Mereka lebih menyukai habitat yang memiliki vegetasi lebat, seperti hutan hujan, hutan mangrove, dan area dataran rendah yang kaya akan sumber makanan. Beruang madu sering menghabiskan waktu di pohon, di mana mereka dapat mencari makanan seperti buah, madu, tunas, dan serangga serta bersembunyi dari predator. Selain itu, mereka juga membutuhkan akses ke sumber air untuk minum dan berendam. Habitat yang beragam dan kaya akan sumber daya sangat penting untuk kelangsungan hidup beruang madu. Saat ini Helarctos malayanus (beruang madu) berada di status konservasi yang rentan terancam punah. Hal itu disebabkan habitat aslinya kini semakin berkurang karena adanya pembalakan dan penebangan hutan secara liar serta perburuan liar untuk diambil organ dalam tubuh dari beruang madu tersebut demi pengobatan tradisional.
Fakta Unik
Helarctos malayanus (beruang madu) memiliki beberapa fakta unik yang menarik. Salah satunya adalah memiliki lidah sangat panjang yang dapat mencapai lebih dari 25 cm dan dapat dipanjangkan sesuai dengan kondisi alam untuk mencari dan mengambil madu dari sarang lebah yang ada di pepohonan. Beruang madu dikenal sebagai satu-satunya spesies beruang yang hidup di Asia Tenggara dan memiliki ciri khas dengan bulu hitam dan tanda kuning di dadanya yang menyerupai bentuk setengah bulan. Selain itu, mereka adalah hewan arboreal yang handal, mampu memanjat pohon dengan lincah untuk mencari makanan atau bersembunyi dari predator. Beruang madu memiliki tubuh yang besar dengan tinggi mencapai 120-150 cm dan berat yang mencapai 35-80 kg. Masa hidup beruang madu sekitar 24 tahun. Namun, meskipun terlihat kuat dan berukuran besar, mereka dikenal sebagai salah satu spesies beruang yang paling pemalu dan cenderung menghindari interaksi dengan manusia.
Laporan observasi ini diharapkan dapat menjadi inspirasi bagi para siswa untuk lebih peduli terhadap keberlangsungan satwa dan lingkungan, serta menumbuhkan semangat konservasi sejak dini.